Next Post

Sidang Gugatan Ke 2, Petani Mlangi Berharap Ada Keadilan Baginya

IMG_20240201_195754_11zon

Tuban, newsantara24.com – Karena dianggap ingkar janji atau (wanprestasi) dua petani renta warga Desa Mlangi, Kecamatan Widang, Tuban, Jawa Timur, di seret ke meja hijau oleh Pengacara yang menangani kasus ini sebelumnya.

 

Bagaimana tidak gugatan perdata yang dilayangkan Pengacara bernama Basori, kepada Suwardi (63) dan Ruminingsih (60) itu, lantaran mereka tidak mau membayar sukses Fee 45 % jasa pendamping hukum ihwal pencairan dana kompensasi tanaman diatas Tanah Negara yang akan dijadikan lokasi proyek strategis Nasional pembangunan embung atau waduk atau biasa di sebut PROYEK STRATEGIS NASIONAL JABUNG RING DYKE.

 

Dengan kooperatif ke dua petani pria dan wanita tersebut penuhi panggilan persidangan yang dilayangkan oleh Pengadilan Negeri Tuban, dengan harapan keadilan akan berpijak kepada fakta yang sebenarnya. 

 

Bahkan kedatangan kedua petani tua ke Pengadilan Negeri Tuban itu, juga didampingi oleh puluhan warga masyarakat Desa Mlangi dan sejumlah aktivis sosial kontrol setempat, dengan tujuan untuk memberikan suport moril. 

 

“Saya datang ke sini sebagai peserta dan korban, karena tanah negara yang saya garap sampai saat ini diatas namakan orang lain, yaitu Defri, dengan luas sekitar 13.500.000 m2. Tanah itu sengaja di serobot oleh Basori dengan mengatasnamakan orang lain.” ucap Mardiono salah satu petani Desa Mlangi yang mengaku korban kelicikan pengacara Basori, Rabu, 31 Januari 2024.

 

Semenjak ada pencairan dana kompensasi dari pemerintah, lanjutnya, tanah negara tersebut baru diketahui kalau pengelolaannya sudah berganti nama. 

 

“Sampai saat ini tanah itu masih saya garap, kalau kemarau tak tanami ikan. Kemarin katanya keluar ganti rugi sekitar Rp 160 juta, tapi saya tidak menerima karena sudah diputer guling nama Defri, dikelola oleh Basori.” bebernya.

 

Tak hanya itu, dirinya juga menceritakan kalau surat perjanjian sukses Fee 45% untuk jasa pengacara Basori dan 10 % untuk Kordinator Lapangan (Korlap) dibuat secara akal-akalan alias tak obyektif. 

 

“Saya gak pernah ngasih surat kuasa, tapi nama saya diganti atas nama Defri, terus tandatangan saya diseken oleh pak Basori atau dipalsukan supaya saya tidak mendapatkan dana pencairan dari pemerintah. Tapi kalau dana itu dipotong 45% saya jelas keberatan.” tegasnya.

 

Surat perjanjian sukses Fee tersebut, lanjut Madiono, dibuat Basori dengan cara menyodorkan kertas kosong bermaterai untuk ditandatangani oleh warga masyarakat .

 

“Warga dikasih kertas kosong, ada yang dikasih tulisan tapi gak boleh dibaca. Pada waktu itu dilakukan oleh Korlapnya yaitu Mus, Parjo, Sali, sama Laskun warga Mlangi juga. Terus terang masalah ini akan saya laporkan, karena dia bukan penggarap kok dapat ganti rugi.” tandasnya.

 

Sementara itu, Juru Bicara Pengadilan Negeri Tuban Rizki Yanuar S.H., M.H. mengatakan, hakim telah berupaya untuk mendamaikan kedua belah pihak pada tanggal 22 Januari 2024.

 

“Nanti dilihat perkembangannya apabila ada titik temu akan ada proses berikutnya kesepakatan, tapi misalnya masing-masing pihak masih tetap dengan pendapatnya maka akan dibacakanlah gugatannya. Kemudian setelah dibacakan gugatannya hakim akan memberikan kesempatan terhadap tergugat untuk memberikan jawaban.” jelasnya.

 

Lebih lanjut, Rizki Yanuar juga menuturkan, persidangan yang digelar saat ini merupakan agenda jawaban dari pihak tergugat. 

 

“persidangan kali ini agendanya jawaban dari pihak tergugat. Yang jelas setiap awal persidangan itu ada istilah Court Calendar (rencana sidang), di sini direncanakan perkara itu selesai pada Senin 12 Februari 2024, Tapi itu rencana, artinya melihat dinamika nanti di persidangan.” tutupnya.

 

Dengan adanya gugatan perdata yang dilakukan Basori terhadap petani Desa Mlangi, Kundono salah satu tokoh masyarakat mengatakan, hal itu sontak mematik banyak suara sumbang dari ratusan petani lainnya yang merasa dibodohi dan keberatan dengan adanya surat perjajian akal-akalan tentang suksesi Fee 45% untuk Basori dan 10% untuk Korlab. 

 

“Perlu diketahui, Basori merupakan pengacara yang pada waktu itu mendampingi 420 petani warga Desa Mlangi dalam hal pengurusan ganti rugi atas Tanah Negara yang sudah dikelola warga secara adat selama puluhan tahun. Sehingga pada waktu itu melalui upaya gugatan hukum yang dilakukan Basori sampai tingkat Peninjauan Kembali (PK), majelis Hakim Mahkah Agung (MA) di Jakarta memutuskan bahwa warga Mlangi adalah Pengarap dan Pemerintah wajib memberikan dana kompensasi pengganti terhadap 420 parani warga Desa Mlangi,” terangnya.

 

Namun ternyata, masih kata Kundono, putusan MA tersebut dirasa para petani tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh Basori. Pasalnya, pada waktu itu yang dijanjikan Basori dana ganti rugi atas Tanah Negara (TN) garap bebas bukan tanamannya.

 

“Yang dijanjikan Basori, waktu itu uang ganti rugi tanah, bukan tanaman. Sedangkan yang saat ini di berikan kompensasi oleh negara adalah “TANAMAN YANG TUMBUH DI ATAS NYA DAN MOBILITAS PANEN”. Tapi kenapa  kompensasi tanaman disalurkan terhadap 312 petani dia langsung main potong 45% untuk membayar jasanya dan 10% untuk jasa Korlab. Hal ini lah yang membuat para petani keberatan. Ditambah lagi, kenapa hanya 312 petani yang cair, padahal dalam putusan MK seharusnya 420 petani. Lantas yang 118 petani kenapa kok tidak dicairkan, alasan kongkritnya apa,” pungkas Kundono dengan sedikit kesal.

 

Disisi lain, awak media newsantara24.com berusaha mengkonfirmasi kebeberapa pihak seperti Kepala Cabang bank BRI, dan BNI Cabang Tuban terkait pencairan ini melalui pesan singkat Whatsapp maupun datang kekantor. Hingga berita diterbitkan sementara belum ada yang memberikan konfirmasi tepat. (Red*)

Newsantara

Related posts

Newsletter

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.

ban11

Recent News